HALAMAN
PENGESAHAN
Laporan lengkap
praktikum Kimia Analisis Instrumen dengan judul “FLAME FOTOMETRI” disusun oleh
Nama : Syamsumarlin
NIM : 081304061
Kelas : A
Kelompok : I
telah diperiksa secara seksama oleh asisten dan koordinator asisten
dan dinyatakan diterima.
Makassar, Desember 2010
Koordinator asisten, Asisten,
ILHAM NUR
IMAN ILHAM NUR IMAN
Mengetahui,
Dosen
Penanggung Jawab
MARYONO,
S.Si, Apt, M.
I.
JUDUL PERCOBAAN
“FLAME FOTOMETRI”
II.
TUJUAN PERCOBAAN
Memperkenalkan
cara mengoperasikan alat dan menentukan suatu absorben suatu sampel.
III.
LANDASAN TEORI
Peristiwa
serapan atom pertama kali diamati oleh Fraunhofer, ketika menelaah garis-garis
hitam pada spektrum matahari. Sedangkan yang memanfaatkan prinsip serapan atom
pada bidang analisis adalah seorang Australia bernama Alan Walsh di tahun 1955.
Sebelumnya ahli kimia banyak bergantung pada cara-cara spektrofotometrik atau
metode analisis spektrografik. Selama bertahun-tahun detektor uap raksa
mewakili analitis utama dari absorpsi atom. Tekanan uap raksa logam cukup besar
sehingga membahayakan kesehatan dalam ruang yang ventilasinya tidak memadai.
Detektor-detektor itu pada dasarnya adalah spektrofotometri primitive, dimana
sumbernya adalah sebuah lampu uap raksa bertekanan rendah (Anonim, 2010).
Apabila
cahaya dengan panjang gelombang tertentu dilewatkan pada suatu sel yang
mengandung atom-atom bebas yang bersangkutan maka sebagian cahaya tersebut akan
diserap dan intensitas penyerapan akan berbanding lurus dengan banyaknya atom
bebas logam yang berada pada sel. Hubungan antara absorbansi dengan konsentrasi
diturunkan dari Hukum Lambert: bila suatu sumber sinar monokromatik melewati medium
transparan, maka intensitas sinar yang diteruskan berkurang dengan bertambahnya
ketebalan medium yang mengabsorbsi. Hokum Beer: Intensitas sinar yang diteruskan
berkurang secara eksponensial dengan bertambahnya konsentrasi spesi yang
menyerap sinar tersebut (Anonim, 2010).
Atom-atom
mengalami transisi bila menyerap energi. Energi akan dipancarkan ketika atom
terjatuh (tereksitasi) kembali ke tingkat energi dasar. Detektor akan
mendeteksi energi terpancar tersebut. Cuplikan yang diukur oleh fotometer nyala
dan AAS adalah berupa larutan, biasanya air sebagai pelarut. Larutan cuplikan
mengalir ke dalam ruang pengkabutan, karena terisap oleh aliran gas bahan bakar
dan oksigen yang cepat. Berbeda dengan spektroskopi sinar tampak, metode ini
tidak memperdulikan warna larutan (Hendayana, 1995; 231 & 235).
Interaksi
materi dengan berbagai energi seperti energi panas, energi radiasi, energi
kimia dan energi listrik selalu memberikan sifat-sifat yang karakteristik untuk
setiap unsure (atau persenyawaan), dan besarnya perubahan yang terjadinya
biasanya sebanding dengan jumlah unsur atau persenyawaan yang terdapat. Di
dalam kimia analisis yang mendasarkan pada proses interaksi itu antara lain
cara analisis spektrofotometri atom yang bisa berupa cara emisi dan cara absorbs
(serapan) (Rohman, 2005; 298-299).
Keberhasilan
analisis ini tergantung pada proses eksitasi dan cara memperoleh garis
resonansi yang tepat. Tempratur nyala harus sangat tinggi. Pada umumnya fraksi
atom tereksitasi yang berada pada gas yang menyala, kecil sekali. Pengendalian
tempratur nyala penting sekali. Kita membutuhkan kontrol tertutup dari
tempratur yang digunakan untuk eksitasi. Kenaikan tempratur menaikan efisiensi
atomisasi. Tenaga radiasi emisi akan menentukan jumlah atom tereksitasi (Khopkar,
2007; 275-276).
Atomisasi
dapat dilakukan baik dengan nyala maupun dengan tungku. Untuk mengubah unsur
metalik menjadi uap atau hasil disosiasi diperlukan energi panas. Tempratur
harus benar-benar terkendali dengan sangat hati-hati agar proses atomisasinya
sempurna. Ionisasi harus dihindarkan dan ini dapat terjadi bila tempratut
terlalu tinggi. Bahan bakar dan oksidator dimasukan dalam kamar pencampur
kemudian dilewatkan melalui baffle menuju ke pembakar. Nyala akan dihasilkan.
Sampel dihisap masuk ke kamar pencampur. Hanya tetesan kecil yang dapat melalui
baffle. Tetapi hal ini tidak selalu sempurna ini, karena kadang kala nyala
tersedot balik ke dalam kamar pencamur sehingga menghasilkan ledakan. Untuk itu
biasanya lebih disukai pembakar degan lubang yang sempit dan aliran gas
pembakar (Khopkar, 2007; 278).
IV.
ALAT DAN BAHAN
A.
Alat:
1.
Labu ukur 50 mL 5 buah
2.
Gelas ukur 10 mL 1 buah
3.
Pipet volume 5 mL 1 buah
4.
Botol semprot 1 buah
5.
Flame fotometer
6.
Gelas kimia 100 mL 1 buah
B.
Bahan:
1.
Mizone
2.
Natrium
3.
Kalium
V.
PROSEDUR KERJA
1.
Menyalakan alat flame
photometer. Menunggu hingga pada layar muncul tulisan “FLM”.
2.
Membersihkan selang kecil yang
ada pada alat dan melakukan kalibrasi dengan menggunakan larutan aki hingga
angka 100 pada layar.
3.
Mengganti larutan aki dengan
blanko (Na dan K) dengan konsentrasi yang berbeda-beda (10-50 ppm). Mencatat
nilai absorbansi yang muncul.
4.
Mengganti blanko dengan sampel
dan mencatat absorbansi yang muncul.
5.
Setiap penggantian blanko atau
sampel dengan konsentrasi yang berbeda, selang harus dibersihkan dan
dikalibrasi terlebih dahulu.
VI.
HASIL PENGAMATAN
1.
Blanko
[ ]
ppm
|
Na
|
K
|
10
|
0,1
|
0,2
|
20
|
0,1
|
0,4
|
30
|
0,2
|
0,4
|
40
|
0,2
|
0,5
|
50
|
0,2
|
0,6
|
2.
Sampel
- Massa Na = 110 mg dalam 500 mL
- Massa K = 95 mg dalam 500 mL
Volume sampel dalam 50
mL
|
Na
|
K
|
5 mL
|
0,1
|
0,4
|
7 mL
|
0,2
|
0,4
|
12 mL
|
0,2
|
0,5
|
15 mL
|
0,2
|
0,5
|
20 mL
|
0,3
|
0,6
|
VII.
ANALISIS DATA
Dik: massa Na : 110 mg = 0,11 gram
massa K : 95 mg = 0,095 gram
volume : 500 mL = 0,5 L
Dik: konsentrasi setelah pengenceran =
…..?
Peny:
·
M1Na =
=
=
0,22 g/L
=
0,22 x
=
2,2 x 105 ppm
·
M1K =
=
= 0,19 g/L
= 0,19 x
= 1,9 x 105 ppm
1.
Pengenceran untuk
volume 5 mL
·
Untuk Na
V1M1
= V2M2
5 mL . 2,2 x 105 ppm = 50 mL M2
M2 =
M2 = 2,2 x 104 ppm
·
Untuk K
V1M1 = V2M2
5
mL (1,9 x 105 ppm) = 50 mL M2
M2 =
M2 = 1,9 x 104 ppm
2.
Pengenceran untuk
volume 7 mL
·
Untuk Na
V1M1 = V2M2
7 mL
(2,2 x 105 ppm) = 50 mL M2
M2 =
M2 = 3,08 x 104 ppm
·
Untuk K
V1M1 = V2M2
7
mL (1,9 x 105 ppm) = 50 mL M2
M2 =
M2 = 2,66 x 104 ppm
3.
Pengenceran untuk
volume 12 mL
·
Untuk Na
V1M1 = V2M2
12 mL
(2,2 x 105 ppm) = 50 mL M2
M2 =
M2 = 5,28 x 104 ppm
·
Untuk K
V1M1 = V2M2
12
mL (1,9 x 105 ppm) = 50 mL M2
M2 =
M2 =
4,56 x 104 ppm
4.
Pengenceran untuk
volume 15 mL
·
Untuk Na
V1M1 = V2M2
15 mL
(2,2 x 105 ppm) = 50 mL M2
M2 =
M2 = 6,6 x 104 ppm
·
Untuk K
V1M1 = V2M2
15
mL (1,9 x 105 ppm) = 50 mL M2
M2 =
M2 =
5,7 x 104 ppm
5.
Pengenceran untuk
volume 20 mL
·
Untuk Na
V1M1 = V2M2
20 mL
(2,2 x 105 ppm) = 50 mL M2
M2 =
M2 = 8,8 x 104 ppm
·
Untuk K
V1M1 = V2M2
20
mL (1,9 x 105 ppm) = 50 mL M2
M2 =
M2 =
7,6 x 104 ppm
VIII.
PEMBAHASAN
Percobaan
ini bertujuan untuk mengetahui cara mengoperasikan alat dan menentukan nilai
absorban dari suatu sampel. Pada percobaan ini digunakan alat yang disebut
flame fotometer. Prinsip kerja dari percobaan ini yaitu saat suatu unsur
dilewatkan melalui nyala, maka akan menyerap energy radiasi, sejumlah atom
dalam keadaan tereksitasi pada keadaan dasar akan menyerap energi dari panjang
gelombang yang karakteristik dan akan mencapai keadaan energi yang lebih
tinggi.
Pada
percobaan ini alat dikalibrasi terlebih dahulu yang bertujuan menormalkan alat,
yaitu dengan cara memasukan selang kecil yang ada pada alat ke dalam larutan
aki. Pada keadaan normal nilai absorban akan memunculkan angka 100. Selanjutnya
dilakukan pengujian untuk blanko, blanko yang digunakan yaitu larutan Na dan
larutan K dengan konsentrasi yang berbeda-beda mulai dari 10 ppm sampai 50 ppm.
Setiap kali selesai menggunakan alat, untuk larutan dengan konsentrasi berbeda,
alat dikalibrasi terlebih dahulu untuk menormalkan alat kembali.
Dari
percobaan yang telah dilakukan, diperoleh nilai absorban untuk larutan Na pada
konsentrasi 10 ppm adalah 0,1 sedangkan untuk K adalah 0,2. Untuk konsentrasi
20 ppm pada Na sebesar 0,1 dan K sebesar 0,4. Untuk konsentrasi 30 ppm pada Na
sebesar 0,2 ddan K sebesar 0,4. Untuk konsentrasi 40 ppm pada Na sebesar 0,2
dan K sebesar 0,5, dan untuk konsentrasi 50 ppm pada Na sebesar 0,2 dan K
sebesar 0,6.
Selanjutnya
dilakukan untuk pengujian sampel, pada konsentrasi 2,2 x 104 ppm
nilai absorba Na sebesar 0,1, pada konsentrasi 3,08 x 104 ppm
absorbannya sebesar 0,2. Pada konsentrasi 5,28 x 104 ppm sebesar
0,2. Pada konsentrasi 6,6 x 104 ppm juga sebesar 0,2 dan pada
konsentrasi 8,8 x 104 ppm nilai absorbannya sebesar 0,3. Sedangkan
untuk K pada konsentrasi 1,9 x 104 ppm diperoleh nilai absorban
sebesar 0,4; pada konsentrasi 2,66 x 104 ppm nilai absorban sebesar
0,4; pada konsentrasi 4,56 x 104 ppm sebesar 0,5; pada konsentrasi
5,7 x 104 ppm sebesar 0,5 dan pada konsentrasi 7,6 x 104 ppm
nilai absorbannya sebesar o,6.
Dari
percobaan yang dilakukan diketahui bahwa semakin tinggi konsentrasi suatu
larutan maka nilai absorbannya juga akan semakin tinggi. Hal ini telah sesuai
dengan teori yang menyatakan konsentrasi larutan berbanding lurus terhadap
nilai absorban. Hal ini dikarenakan semakin banyak partikel logam maka akan
semakin banyak yang tereksitasi yang akan kembali ke keadaan dasar sehingga
sinar yang dipancarkan akan semakin banyak terbaca sebagai emisi pada alat
Flame photometer. Akan tetapi terdapat perbedaan yang sangat mencolok antara
blanko dan sampel dimana sampel memiliki konsentrasi yang lebih besar
dibandingkan konsentrasi blnko akan tetapi nilai absorbannya sama, hal ini
kemungkinan dikarenakan kurangnya ketelitian praktikan dalam percobaan.
IX.
KESIMPULAN DAN SARAN
A.
Kesimpulan
Dari
percobaa yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa semakin tingi konsentrasi
larutan maka nilai absorban larutan juga akan semakin tinggi.
B.
Saran
Diharapkan
kepada para praktikan selanjutnya agar lebih berhati-hati dan teliti pada saat
melakukan percobaan agar data yang diperoleh lebih akurat.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2010. Analisis Cd dan Cu dengan Metode SSA. http://junikomang.
com/ analisis-Cd-dan-Cu.html. Diakses pada 5 Desember 2010.
Anonim. 2010. Spektroskopi Serapan Atom. http://fazza.blogspot.
Com /2009/ spektroskopi-serapan-atom. Diakses pada 5 Desember 2010.
Hendayana, Sumar. 1995. Kimia Analitik Instrumen Edisi Kesatu.
Semarang: IKIP Semarang Press.
Khopkar, S.M. 2007. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta:
UI-Press.
Rohman, Abdul. 2005. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta:
Universitas Gadja Mada Yogyakarta.
Tim Dosen Kimia Analitik. 2010. Penuntun Praktikum Kimia Analisis Instrumen.
Makassar: Labolatorium Kimia FMIPA UNM Makassar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar